Jakarta, CNN Indonesia

SETARA Institute menilaiĀ RUU Penyiaran memuat beberapa ketentuan yang menunjukkan adanya upaya sistematis untuk menggerus demokrasi dan kebebasan pers.

Peneliti Hukum dan Konstitusi SETARA Institute Azeem Marhendra Amedi menyebutkan upaya sistematis itu antara lain mengendalikan konten jurnalistik, mengancam kebebasan berekspresi, dan hak untuk memperoleh informasi.

“SETARA Institute memandang bahwa RUU Penyiaran memuat beberapa ketentuan yang problematik dan merusak agenda-agenda demokrasi dan demokratisasi, kebebasan pers, kebebasan informasi, serta agenda-agenda HAM secara umum yang telah diperjuangkan sejak awal era Reformasi,” kata Azeem dalam keterangannya, Rabu (15/5).


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, RUU Penyiaran memvalidasi penyempitan ruang-ruang sipil. Laporan tahunan Indeks HAM SETARA Institute menunjukkan bahwa skor pada indikator kebebasan berekspresi selalu paling rendah.

Pada 2019 lalu, indikator kebebasan berekspresi mendapat skor 1,9. Kemudian 1,7 pada 2020; 1,6 pada 2021; 1,5 pada 2022; dan 1,3 pada 2023.

“Artinya, alih-alih menjamin kebebasan berekspresi, RUU Penyiaran justru berpotensi memperburuk situasi kebebasan berekspresi terutama melalui pemasungan kebebasan pers,” ujarnya.

SETARA Institute menilai RUU Penyiaran memuat beberapa ketentuan yang memiliki intensi untuk mengendalikan kebebasan pers, khususnya jurnalisme investigasi melalui Pasal 50B ayat (2) huruf c RUU Penyiaran.

Azeem mengatakan pasal yang melarang jurnalisme investigasi merupakan upaya untuk mengurangi kontrol terhadap pemerintah.

Padahal, pilar demokrasi modern salah satunya adalah kebebasan pers yang memberikan ruang bagi jurnalisme investigasi untuk melakukan kontrol atas bekerjanya kekuasaan dan berjalannya pemerintahan.

Selain itu, SETARA Institute berpendapat bahwa konten dan produk jurnalistik seharusnya tetap menjadi yurisdiksi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Azeem menyebut ekspansi kewenangan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagaimana Pasal 8A huruf q RUU Penyiaran untuk melakukan penyelesaian sengketa jurnalistik khusus di bidang penyiaran akan mengebiri kewenangan Dewan Pers.

“Ketentuan dimaksud melemahkan Dewan Pers sebagai pilar kebebasan pers, sebab lingkup kewenangan Dewan Pers untuk menjamin kebebasan pers juga meliputi konten jurnalistik yang disiarkan melalui media elektronik,” ucapnya.

Lalu, SETARA Institute juga menilai perlu adanya pengertian yang lebih jelas pada beberapa istilah dalam RUU Penyiaran.

Misalnya, penggunaan istilah konten kreator akan multitafsir dan berpotensi menambah kontrol pada kreator digital perorangan. Hal ini dapat mengurangi ruang gerak penggunaan kebebasan berekspresi individu.

SETARA Institute memandang bahwa RUU Penyiaran memuat beberapa ketentuan yang bertentangan dengan UUD 1945.

Pada ranah materiil, pelarangan berbagai konten digital bertentangan dengan hak atas informasi yang dijamin pada Pasal 28D ayat (3), Pasal 28E ayat (3), dan Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945.

Sementara pada ranah formil, beberapa lembaga dan kelompok seperti Dewan Pers yang belum dilibatkan dalam pembahasan RUU Penyiaran akan mengurangi legitimasi demokratik dari RUU tersebut, sehingga berpotensi untuk dibatalkan karena abai pada prinsip meaningful participation.

“Setelah mencermati RUU Penyiaran yang beredar di tengah masyarakat, SETARA Institute mendorong perubahan substansial pada RUU Penyiaran dan dalam konteks itu SETARA Institute mendesak agar DPR dan Pemerintah memperluas partisipasi publik yang bermakna,” kata Azeem.

Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyebut DPR bakal berkonsultasi dengan pers perihal ramai kritik atas usulan pasal larangan hasil jurnalisme investigasi di RUU Penyiaran

Ia mengaku DPR bakal berkonsultasi dengan pers agar usulan klausul itu bisa berjalan dengan baik.

“Ya mungkin kita akan konsultasi dengan kawan-kawan bagaimana caranya supaya semua bisa berjalan dengan baik, haknya tetap jalan, tetapi impact-nya juga kemudian bisa diminimalisir,” kata Dasco di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (14/5).

(lna/fra)

[Gambas:Video CNN]





Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *