Jakarta, CNN Indonesia —
Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan) RI Prihasto Setyanto geleng-geleng kepala saat mantan Menteri Syahrul Yasin Limpo (SYL) meminta anggaran Rp1 miliar untuk ibadah umrah. Prihasto menyebut direktorat jenderalnya tidak mempunyai anggaran sebanyak itu untuk kepentingan personal SYL.
Hal itu disampaikan Prihasto saat dihadirkan tim jaksa KPK sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi SYL dkk di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (15/5).
“Terkait dengan uang yang tadi saksi jelaskan bahwa ada beban yang paling besar tahun 2022 untuk umrah. Umrah siapa ini yang dibebankan Rp1 miliar kepada Ditjen Hortikultura?” tanya jaksa KPK Ikhsan Fernandi.
“Waktu itu Pak Menteri bersama keluarga dan beberapa eselon I,” jawab Prihasto.
Jaksa lantas menanyakan apakah saksi ikut umrah atau tidak. Prihasto menjawab tidak ikut karena pada waktu itu baru saja melaksanakan ibadah haji.
“Kami waktu itu baru naik haji. Kami diajak, tapi kami beralasan kami baru naik haji, kami enggak ikut,” imbuhnya.
Jaksa lantas bertanya mengapa Prihasto mau memenuhi permintaan SYL tersebut padahal anggaran di Ditjen Hortikultura tidak ada. Prihasto menjelaskan pihaknya mendapat “paksaan” karena sering ditagih oleh anak buah SYL yakni Kasdi Subagyono dan Muhammad Hatta.
“Ada enggak saksi pernah jelaskan bahwa ini sebenarnya tidak ada anggaran?” tanya jaksa.
“Iya. Kami sudah sampaikan. Itu kan disampaikannya ke almarhum (Sesditjen Hortikultura), almarhum melapor ke kami. Terus kami juga waktu itu geleng-geleng kepala ini gimana caranya ini,” kata Prihasto.
“Ada paksaan enggak?” lanjut jaksa.
“Ya ditanyain terus. Kapan ini menyelesaikan, kapan ini menyelesaikan,” jawab Prihasto.
“Oleh siapa?” tanya jaksa penasaran.
“Kalau tidak Pak Hatta, Pak Kasdi itu menanyakan terus.
“Ada konsekuensi enggak kalau tidak dipenuhi?” sambung jaksa.
“Secara langsung konsekuensinya kami belum melihat, tapi tentunya kami terus ditanya terkait hal itu. Kapan ini menyelesaikan, kapan ini menyelesaikan,” imbuhnya.
Prihasto mengaku pernah mendengar ada beberapa pejabat yang dibebastugaskan apabila tidak memenuhi permintaan SYL.
“Salah satunya yang pernah kami tahu dari Ditjen Perkebunan, kalau enggak salah direktur Pak Saleh Muhtar kalau tidak salah, terus ada lagi dari Biro Umum kalau tidak salah yang dimutasi Pak Ahmad Musyaffak. Beliau sebagai Kepala Biro Umum. Yang lainnya kami enggak hafal,” ungkap Prihasto.
“Itu sejak tahun berapa uang dikumpulkan, ada dana sharing untuk nonbudgeter menteri?” tanya jaksa lagi.
“Yang kami lihat cukup masif itu sejak tahun 2021-2022,” tutur Prihasto.
“Saksi tahu enggak di ditjen saksi dilakukan pencatatan untuk pertanggungjawabannya?” lanjut jaksa.
“Kami dapat laporan dari Ibu Sesdit yang secara rutin mencatat itu semuanya. (Yang membuat catatan) ada dari Kepala Bagian Umum waktu itu sebelumnya ada Pak Idil (Andi Muhammad Idil Fitri),” ucap Prihasto.
SYL diadili atas kasus dugaan pemerasan hingga mencapai Rp44.546.079.044 dan gratifikasi dianggap suap sejumlah Rp40.647.444.494 selama periode 2020-2023.
Tindak pidana itu dilakukan SYL bersama-sama dengan dua terdakwa lainnya yaitu Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementan Muhammad Hatta.
SYL juga diproses hukum KPK atas kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Kasus tersebut masih bergulir di tahap penyidikan.
(ryn/isn)