Badung, CNN Indonesia —
Bareskrim Polri membongkar jaringan narkoba hydra di Kabupaten Badung, Bali. Jaringan narkoba internasional ini memiliki laboratorium rahasia di Sunny Village, di kawasan Desa Tibubeneng, Kecamatan Kuta Utara.
Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada mengatakan pihaknya menangkap empat orang tersangka, yakni dua Warga Negara (WN) Ukraina berinisial IV (31) dan MV (31), WN Rusia berinisial KK, dan anak buah Fredy Pratama berinisial LM.
“Bareskrim Polri telah berhasil mengungkap clandestine laboratorium, hidroponik ganja dan mephedrone jaringan hydra Indonesia, serta melakukan penangkapan terhadap DPO clandestine laboratorium narkoba ekstasi Sunter-Bali dan menangkap empat orang tersangka, terdiri dari dua tersangka WNA Ukraina, satu tersangka WNA Rusia, dan satu orang WNI,” kata Wahyu Widada saat jumpa pers di lokasi, Senin (13/5) sore.
WN Ukraina IV (31) dan MV (31) yang merupakan saudara kembar berperan sebagai pengendali laboratorium dan peracik narkoba. Kemudian WNA Rusia KK yang berperan sebagai penjual.
Sedangkan WNI berinisial LM yang merupakan buronan kasus pabrik narkoba di Sunter, Jakarta Utara pada 4 April 2024 milik Fredy Pratama. LM yang merupakan anak buah Fredy Pratama terkait dengan jaringan hydra Bali.
Selain itu, dua WN Ukraina lainnya berinisial RN dan OKA masih dalam pengejaran. Mereka telah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Wahyu mengatakan laboratorium jaringan narkoba hydra di Vila Sunny terbongkar pada 2 Mei 2024. Kasus ini merupakan pengembangan kasus pabrik narkoba Fredy Pratam di Sunter pada 4 April 2024.
“Tim kami menemukan bukti kuat berupa dokumentasi perjalanan paket barang bahan kimia prekursor clandestine laboratorium Sunter ke Bali,” ujarnya.
Selain menangkap para tersangka, kata Wahyu, pihaknya juga mengamankan ganja hidroponik sebanyak 9,8 kilogram, mephedrone sebanyak 437 gram.
Kemudian ratusan kilogram berbagai jenis bahan kimia prekursor pembuatan narkoba jenis mephedrone dan ganja hidroponik, serta berbagai macam peralatan laboratorium pembuatan mephedrone dan ganja hidroponik.
“Lab ganja hidroponik dan produksi mephedrone ini dilakukan di basement vila yang memang didesain oleh para tersangka,” ujarnya.
Wahyu mengatakan LM yang menyewa kamar kos di Sesetan, Denpasar Selatan, diringkus pada Kamis (2/5). Tim gabungan menyita sebanyak 6 kilogram ganja.
“Dari hasil pemeriksaan LM ini perannya sebagai orang gudang, kurir dan operator di Bali (mantan napi) yang sebelumnya hanya berperan sebagai pemegang rekening jaringan narkoba Fredy Pratama,” ujarnya.
Setelah itu, petugas menangkap WNA Rusia KK yang bertugas mengedarkan narkoba dari pabrik di Sunny Village.
Dari tangan KK disita barang bukti berupa ganja sebanyak 382,19 gram, hasis sebanyak 484,92 gram, kokain sebanyak 107,85 gram, dan mephedrone sebanyak 247,33 gram.
Impor bahan baku narkoba
Sementara itu, Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Mukti mengatakan para tersangka mengaku memesan peralatan yang tak dijual di Indonesia dari China.
Kemudian bibit ganja dikirim dari Rumania dan peralatan lainnya dibeli melalui market place Indonesia. Sistem kerja ganja hidroponik cukup canggih dengan bantuan lampu ultraviolet.
“Penanamannya sudah di-setting sedemikian rupa dengan adanya lampu ultraviolet, alat pengukur Ph, pemberian air, oksigen serta pupuk secara otomatis dan teratur sehingga bunga ganja yang di hasilkan kualitasnya sangat baik,” kata Mukti.
Mukti menjelaskan jaringan narkoba hydra ini memasarkan produknya melalui aplikasi Telegram. Terdapat beberapa grup Telegram untuk jual beli, seperti yabali hydra bot, cannashop robot, bali cristal bot, hydra Indonesia manager dan mentor cannashop.
“Jaringan Hydra ini ada di Indonesia dan kode-kodenya tersebar di Bali, ada yang dicat di tembok-tembok menggunakan pilox, menariknya transaksi dari pemesan dilakukan menggunakan uang elektronik bitcoin,” ujarnya.
Mukti mengungkap omzet mereka dalam enam bulan mencapai sekitar Rp 4 miliar. Menurutnya, para tersangka belajar otodidak dalam memproduksi narkoba tersebut.
“Pakai kripto, yang penting kita amankan dalam kripto ada Rp 4 miliar. Itu (selama) enam bulan ada Rp4 miliar di kripto,” katanya.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 114 ayat (2) subsider Pasal 113 ayat (2), Pasal 112 ayat (2) lebih subsider Pasal 129 huruf a dan Pasal 111 ayat (2) Juncto Pasal 132 ayat (1) Undang-undang Nomor 35, Tahun 2009 tentang Narkotika.
Mereka terancam hukuman minimal 5 tahun penjara dan maksimal hukuman mati, serta denda minimal Rp1 miliar dan maksimal Rp10 miliar.
(kdf/fra)