Jakarta, CNN Indonesia —
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbud Abdul Haris menyatakan biaya kuliah di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) masih relatif terjangkau ketimbang Perguruan Tinggi Swasta (PTS).
Hal ini ia sampaikan merespons maraknya gelombang protes mahasiswa atas kenaikan biaya uang kuliah tunggal (UKT) di sejumlah perguruan tinggi di Indonesia.
Kementerian ini dipimpin oleh Nadiem Makariem sejak 2019.
“Di tengah isu kenaikan UKT, PTN masih relatif lebih terjangkau bagi masyarakat dibandingkan PTS, karena PTN mengimplementasikan kewajiban menyelenggarakan kelompok tarif UKT 1 dan tarif UKT 2, tidak melampaui batas Biaya Kuliah Tunggal (BKT),” kata Haris dalam keterangannya kepada CNNIndonesia.com, Kamis (9/5).
Selain itu, Haris menjelaskan PTN masih memperoleh subsidi rutin dari pemerintah, dan menawarkan lebih banyak beasiswa bagi para mahasiswanya.
Meski begitu, ia menegaskan penentuan besaran UKT harus dilakukan dengan mempertimbangkan kemampuan ekonomi mahasiswa. Baginya, asas berkeadilan harus diterapkan dengan menemukan titik keseimbangan antara kemauan untuk membayar dan kemampuan untuk membayar.
“Untuk itu penetapan UKT mahasiswa harus bijaksana dan hati-hati,” kata Haris.
Haris lantas menjelaskan penetapan UKT adalah wewenang pemimpin perguruan tinggi sehingga UKT hanya berlaku di universitas masing-masing.
Ia mengatakan UKT ditetapkan oleh pemimpin PTN dan PTNBH. Dalam proses penetapan UKT tersebut, perguruan tinggi berstatus PTNBH harus melakukan konsultasi dengan Kemendikbud. Sementara perguruan tinggi di luar PTNBH harus memperoleh persetujuan dari Kemendikbud.
Namun, ia menjelaskan Kemendikbud selama ini telah memberikan rambu-rambu terkait UKT. Di antaranya kampus memiliki kewajiban untuk menyediakan Kelompok tarif UKT 1 sebesar Rp500 ribu per semester dan tarif UKT 2 sebesar Rp1 juta per semester. Selebihnya merupakan kebijakan masing-masing PTN dan PTNBH.
“Untuk selanjutnya pemimpin PTN dan PTNBH dapat menetapkan tarif UKT lainnya dengan nilai nominal tertentu paling tinggi sama dengan besaran BKT yang telah ditetapkan pada setiap program studi tersebut. Jadi BKT menjadi batas atas UKT,” kata dia.
Haris pun membantah UKT mengalami kenaikan, melainkan hanya penambahan kelompok tarif dan rekonfigurasi kelas UKT.
“Itu pun sudah dibatasi paling maksimal sesuai dengan besaran BKT. Tentu ini untuk menerapkan azas berkeadilan dengan mengakomodasi masyarakat dengan latar belakang ekonomi yang sangat baik dengan kemampuan membayar (ability to pay) yang lebih tinggi, supaya lebih proporsional,” lanjutnya.
Haris menegaskan Kemendikbud tetap mendengar seluruh keluhan dan masukan dari masyarakat terkait UKT. Ia pun berjanji akan serius mengawasi penetapan UKT di seluruh perguruan tinggi agar sejalan dengan peraturan dan mengedepankan asas berkeadilan.
“Kami yakin bahwa semua PTN dan PTNBH akan memberikan ruang kesempatan dan bantuan bagi mahasiswa yang mempunyai kendala finansial,” kata dia.
Belakangan ini mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Universitas Negeri Riau (Unri) hingga Universitas Sumatera Utara (USU) Medan melakukan protes terhadap kenaikan UKT.
Para mahasiswa Unsoed memprotes lantaran ada kenaikan uang kuliah hingga lima kali lipat.
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unsoed juga melayangkan protes terhadap rektorat atas kebijakan itu. Mereka tidak terima uang kuliah dinaikkan drastis dan tanpa informasi memadai.
Merespons aksi protes itu, rektorat Unsoed akhirnya mencabut kebijakan kenaikan UKT. Keputusan diambil setelah rektorat menggelar rapat pimpinan di akhir pekan sebelumnya.
“Kita hari ini memang memenuhi keinginan mahasiswa bahwa Peraturan Rektor Nomor 6 minta dicabut. Kita sudah melakukan itu,” kata Wakil Rektor Bidang Akademik Unsoed Noor Farid.
Kasus lainnya terjadi di Universitas Negeri Riau (Unri) ketika seorang mahasiswa bernama Khariq Anhar memprotes ketentuan Iuran Pembangunan Institusi (IPI) dalam UKT yang harus dibayar mahasiswa Unri.
Dia berdemonstrasi dengan meletakkan jas almamater di depan kampus seperti berjualan, 4 Maret 2024. Khariq juga merekam aksi itu dalam bentuk video.
“(Video) berisi kampanye isu berupa satir lewat almamater yang dijual,”kata Khariq Selasa (7/5) seperti dikutip dari detikSumut.
Dua pekan setelah aksi unjuk rasa, Khariq menerima kabar telah dilaporkan ke kepolisian. Ia dilaporkan oleh Rektor Unri Sri Indarti atas dugaan pelanggaran UU ITE. Dia tidak menyangka akan ada pelaporan semacam itu.
Sementara itu ratusan mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU) Medan memprotes kenaikan UKT 2024 yang lebih dari 100 persen. Mereka mendesak Rektor USU Muryanto Amin mundur dari jabatannya karena dinilai membuat kebijakan yang semena-mena.
“Turunkan Rektor USU, turunkan Rektor USU,” ucap para mahasiswa USU yang melakukan unjuk rasa di depan Gedung Biro Rektor USU di Medan, Rabu (8/5).
(rzr/pmg)